Masyarakat Perbatasan Harus Cinta Rupiah
Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Kalimantan Barat untuk mengetahui implementasi UU no.7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Produk legislasi ini mengamanatkan kepada masyarakat khususnya pelaku usaha untuk mengedepankan transaksi dengan Rupiah dibanding mata uang asing.
"Dengan adanya UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang maka akan memudahkan transaksi perdagangan dan jasa yang harus menggunakan rupiah serta akan membantu kuatnya nilai rupiah," kata Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal dalam pertemuan dengan Wakil Gubernur Prov. Kalbar Christiandy Sanjaya beserta jajaran, di Gedung BI Pontianak, Kamis (2/4/2015).
Politisi dari Fraksi PAN menambahkan, menggunakan valuta asing dalam transaksi di pasar domestik tidak hanya membuat rendahnya nilai tukar rupiah, namun juga membebani dunia usaha di Indonesia karena harus mengikuti harga nilai tukar dollar atau mata uang asing.
"Pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta semua stakeholder harus menjalankan peran masing-masing dalam menjaga rupiah serta menegakkan hukum transaksi perdagangan dan jasa di Indonesia," tekannya.
Dia memberi contoh, seperti halnya di Kecamatan Kapuas Hulu, Kalbar yang merupakan salah satu daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan informasi daerah perbatasan tersebut banyak menggunakan valuta asing seperti Ringgit. "Tentunya hal ini perlu penyikapan dari pemerintah, BI dan OJK untuk melaksanakan UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ini," harapnya.
Sementara Wakil Gubernur Prov. Kalbar Christiandy Sanjaya menilai bahwa amanat UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mewajibkan transaksi jual-beli barang dan jasa di dalam negeri menggunakan Rupiah tentu perlu sama-sama kita implementasikan dalam setiap transaksi di wilayah NKRI yang tercinta.
Khusus untuk daerah perbatasan, Christiandy menjelaskan bahwa disamping kegiatan sosialisasi keaslian Rupiah juga telah dilaksanakan kegiatan penyediaan uang Rupiah secara maksimal, yang diharapkan untuk menjamin masyarakat perbatasan terbiasa menggunakan Rupiah ssbagai alat transaksi sehari-hari.
Ia memberi contoh, ada 5 Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Sarawak. Umumnya masyarakat di 14 Kecamatan tadi menggunakan Ringgit dalam transaksi perdagangan dengan masyarakat negara tetangga, mengingat kebutuhan pokok mereka sebagian besar dipenuhi dari negara tetangga dan mereka sangat familiar dengan mata uang Ringgit. Sedangkan untuk masyarakat yang tidak berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia Timur, transaksi yang dilakukan menggunakan uang Rupiah, ujar Christiandy.
Terkait dengan kewajiban yang mengharapkan semua transaksi jual-beli barang dan jasa di dalam negeri menggunakan Rupiah, Christiandy mengharapkan dukungan regulasi atau kebijakan dari Komisi XI DPR RI untuk mendorong pemerintah agar secara konsisten mengimplementasikan kebijakan tersebut dengan memberlakukan dan melaksanakan kebijakan tersebut dimulai dari setiap level pemerintahan, termasuk BUMN dan perusahaan asing yang melakukan aktivitasnya di wilayah NKRI. "Sehingga kegiatan kunjungan kerja spesifik Komisi XI di Prov.Kalbar membuahkan hasil yang maksimal," kata Christiandy mengakhirinya. (iw/iky)/foto:iwan armanias/parle/iw.